Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan bimbinganNya yang selalu
menyertai kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah tentang “Penalaran
Deduktif” ini. Makalah ini kami buat berdasarkan tugas yang diberikan oleh dosen
Mata Kuliah Bahasa Indonesia 2 Bapak Tri Budiarta yang kami
hormati. Tugas makalah ini kami tunjukan untuk kami sendiri sebagai
pelajar yang belajar mamahami mengenai Penalaran, kemudian untuk dosen pengajar
kami Tri budiarta.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima
saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebelum kita mebahas dan
memahami lebih jauh mengenai penalaran deduktif, timbul pertanyaan yang
mendasar yang muncul di dalam benak kita mengapa kita mempelajari penalaran?
Kita perlu memahami mengenai penalaran karena penalaran merupakan hal yang
sering kita gunakan sehari hari di dalam berkomunikasi atau berinteraksi satu
dengan yang lainya. Namun di dalam bahasan kali ini kita membahas penalaran
yang penggunaanya di gunakan di dalam Bahasa Indonesia.
Dalam penalaran, proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan
konklusi disebut konsekuensi. Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu
mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya.
1.2 Tujuan
Penulisan Masalah
Makalah ini dibuat bertujuan
untuk peningkatan mutu dalam penggunaan Bahasa Indonesia dalam menguasai
kemampuan berfikir, bersifat rasional dan dinamis berpandangan untuk
menganalisa konsep penalaran yang bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki
seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah. Selain
itu untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2.
1.3 Rumusan
Masalah
1. Ada
yang dimaksud dengan penalaran deduktif ?
2. Apa
berapa macam jenis penalaran deduktif ?
3. Bagaimana
penulisan penalaran deduktif didalam sebuah kalimat dan penulisan ?
1.4 Metode
Pengumpulan Data
Dalam penyusunan makalah ini
kami memperoleh data dengan menggunakan data dari pencarian melalui internet
atau e-library.
BAB
II. PEMBAHASAN
Definisi Penalaran
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan berbentuk
proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya
tidak diketahui, proses inilah yang disebut menalar. Ada dua metode dalam
penalaran, yaitu deduktif dan induktif. Tapi dalam kesempatan ini, kami akan
membahas lebih dalam tentang penalaran deduktif.
Penalaran Deduktif adalah
suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali
dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan
operasionalisasi.Penalaran Deduktif bisa disebut juga sebagai proses
penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang khusus
berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut
Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yaitu dimulai dari
hal-hal umum, mengarah kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih
rendah.
Macam-macam
Penalaran Deduktif:
1. SILOGISME
Silogisme merupakan suatu cara
penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan atau
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya
saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum karena
melanggar peraturan X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal
berikut:
a.
Barang siapa melanggar peraturan X harus dihukum.
b. Ia
melanggar peraturan X.
c. la
harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang
disebut silogisme. Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua (premis
minor) merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa
ungkapan “melanggar …” pada premis (mayor) diulangi dalam (premis
minor). Demikian pula ungkapan “harus dihukum” di dalam kesimpulan.
Hal itu terjadi pada bentuk silogisme yang standar.
Akan
tetapi, kerap kali terjadi bahwa silogisme itu tidak mengikuti bentuk standar
seperti itu. Misalnya:
Semua
yang dihukum itu karena melanggar peraturan.
Kita
selalu mematuhi peraturan.
Kita
tidak perlu cemas bahwa kita akan dihukum.
Pernyataan
itu dapat dikembalikan menjadi:
a.
Semua yang melanggar peraturan harus dihukum.
b.
Kita tidak pernah melanggar (selalu mematuhi) peraturan.
c.
Kita tidak dihukum.
Secara
singkat silogisme dapat dituliskan Jika A=B dan B=C maka A=C. Silogisme
terdiri dari; Silogisme Kategorial, Silogisme Hipotetis dan Silogisme
Disyungtif.
a) Silogisme
Kategorial
Silogisme Katagorial adalah
silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorial. Proposisi yang
mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan
premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang
termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut
adalah term penengah (middle term).
Contoh
:
Semua
Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………M……………...P
Akasia
adalah Tanaman (premis minor)
….S……………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)
· Hukum-hukum
Silogisme Kategorial
1. Apabila
dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua
yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian
makanan tidak menyehatkan,
Jadi
Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan
tidak boleh: Semua makanan tidak halal dimakan).
2. Apabila
salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua
korupsi tidak disenangi.
Sebagian
pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian
pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan
tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi)
a. Dari
dua premis yang sama-sama negatit, tidak mendapat kesimpulan apa pun, karena
tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan
diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik
dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Kerbau
bukan bunga mawar.
Kucing
bukan bunga mawar.
(Tidak
ada kesimpulan)
Tidak
satu pun drama yang baik mudah dipertunjukan.
Tidak
satu pun drama Shakespeare mudah dipertunjukan.
Jadi:
Semua drama Shakespeare adalah baik. (Kesimpulan tidak sah)
b. Paling
tidak salah satu dari term penengah haru: (mencakup). Dari dua premis yang term
penengahnya tidak menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
Semua
ikan berdarah dingin.
Binatang
ini berdarah dingin.
Jadi:
Binatang ini adalah ikan.
(Padahal
bisa juga binatang melata)
c. Term-predikat
dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya.
Bila tidak, kesimpulan menjadi salah, seperti:
Kerbau
adalah binatang.
Kambing
bukan kerbau.
Jadi:
Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’
pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis adalah positif)
d. Term
penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila
term penengah bermakna ganda, maka kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan
itu bersinar di langit.
Januari
adalah bulan.
Jadi:
Januari bersinar di langit.
(Bulan
pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari,
sedangkan pada premis mayor berarti planet yang mengelilingi bumi).
e. Silogisme
harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, preidkat, dan term menengah
(middle term), begitu juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term
tidak bisa diturunkan konklusinya.
b) Silogisme
Hipotesis
Silogisme
Hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetis,
sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorial.
Ada 4
(empat) macam tipe silogisme hipotetis :
1. Silogisme
hipotetis yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika
hujan, saya naik becak.
Sekarang
hujan.
Jadi,
saya naik becak.
2. Silogisme
hipotetis yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila
hujan, bumi akan basah.
Sekarang
bumi telah basah.
Jadi,
hujan telah turun.
3. Silogisme
hipotetis yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika
politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan
akan timbul.
Politik
pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,
Jadi
kegelisahan tidak akan timbul.
4. Silogisme
hipotetis yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila
mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak
penguasa tidak gelisah.
Jadi
mahasiswa tidak turun ke jalanan.
· Hukum-hukum
Silogisme Hipotetis
Mengambil
konklusi dari silogisme hipotetis jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme
kategorial. Tetapi yang penting di sini dalah menentukan kebenaran konklusinya
bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita
lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal
hukum silogisme hipotetis adalah:
1) Bila
A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila
A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila
B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila
B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Kebenaran
hukum di atas menjadi jelas dengan penyelidikan.
c) Silogisme
Disyungtif
Silogisme
Disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif
sedangkan premis minornya merupakan keputusan kategorial yang mengakui atau
mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada
silogisme hipotetis istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog
bukan yang semestinya.
Silogisme
ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dansilogisme
disyungtif dalam arti luas.
a. Silogisme
disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif,
seperti:
la
lulus atau tidak lulus.
Ternyata
ia lulus, jadi
la
bukan tidak lulus.
b. Silogisme
disyungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif, seperti:
Hasan
di rumah atau di pasar.
Ternyata
tidak di rumah.
Jadi
di pasar.
Silogisme
disyungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis
minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui
alternatif yang lain, seperti:
la
berada di luar atau di
dalam. Ia
berada di luar atau di dalam.
Ternyata
tidak berada di
luar. Ternyata
tidak berada di dalam.
Jadi
ia berada di
dalam. Jadi
ia berada di luar.
2) Premis
minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari
alternatif yang lain, seperti:
Budi
di masjid atau di
sekolah. Budi
di masjid atau di sekolah.
la
berada di
masjid. Ia
berada di sekolah.
Jadi
ia tidak berada di sekolah. Jadi
ia tidak berada di masjid.
· Hukum-hukum
Silogisme Disyungtif
1. Silogisme
disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid, seperti :
2. Silogisme
disyungtif dalam arti luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut:
a. Bila
premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar), seperti:
Budi
menjadi guru atau
pelaut. Budi
menjadi guru atau pelaut.
la
adalah guru. Ia
adalah pelaut.
Jadi
ia bukan
pelaut. Jadi
ia buka guru.
2. ENTIMEN
Merupakan
silogisme yang salah satu proposisinya dihilangkan tetapi proposisi tersebut
dianggap ada dalam pikiran dan dianggap oleh orang lain. Entimen pada dasarnya
adalah silogisme.
Contoh
:
Premis
mayor (MY): manusia mahluk
rasional
Premis
minor (MN): kucing bukan
manusia
Kesimpulan
(K): kucing
tidak rasional
Premis
mayor (MY): setiap manusia
pernah lupa
Premis
minor (MN): mahasiswa
adalah manusia
Kesimpulan
(K): mahasiswa
pernah lupa
Dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Silogisme
merupakan bentuk penalaran deduktif yang formal.
b. Proses
penalaran dimulai dari premis mayor melalui premis minor sampai pada
kesimpulan.
c. Strukturnya
tetap: premis mayor, premis minor, kesimpulan.
d. Premis
mayor berisi pernyataan umum.
e. Premis
minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang merupakan bagian premis mayor.
f. Kesimpulan
dalam silogisme selalu lebih khusus daripada premisnya.
BAB
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penalaran adalah proses
berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan sejumlah konsep
dan pengertian.
Penalaran Deduktif adalah
proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang khusus
berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut
Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yaitu dimulai dari
hal-hal umum, mengarah kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih
rendah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ersza, S. Kemal, M. Duvi, A.
& Youdanto, H. 2012., Makalah Penalaran Induktif dan Deduktif. http://wolles14.wordpress.com/2012/03/27/makalah-penalaran-induktif-dan-deduktif/ .
Diakses pada tanggal 11 Maret 2013.
Achmad, R. Ilham,
F. Ira, afiana. Rika, wika. & Yunit, D.
2012., Makalah Penalaran Induktif dan Deduktif. http://sahabat-keyboard.blogspot.com/2012/03/makalah-penalaran-induktif-dan-deduktif.html.
Diakses pada tanggal 11 Maret 2013
Pratama, B. Rizka, D. Tita, S.
& Saripah. 2012., Penalaran Deduktif.http://gogopratamax.blogspot.com/2012/03/tugas-kelompok-bahasa-indonesia.html.
Diakses pada tanggal 11 Maret 2013.
Zachra,
M. 2012., Penalaran Deduktif.http://shellapaditadharma.blogspot.com/2012/10/penalaran-deduktif.html.
Komentar
Posting Komentar